M
embaca Masa Depan ...
Jakarta, 3 Desember 2022
Angin utara yang dingin meniup sela-sela jaketku. Kulitku meremang. Sembari membenahi letak scarf di leherku, ku mencoba menghilangkan pelukan dingin dengan sedikit mengencangkan sedekapku. Seberkas rasa hangat menyelinap perlahan, merebak, kemudian menyelusup meniti kedalaman hatiku. Tepat, tepat disanalah sebenarnya rasaku membeku, menggigil disergap kesepian.
Kemudian aku memandang jauh landasan Bandara Halim Perdana Kusuma ini, mencoba menerawang, apa yang akan terefleksi di retina mataku keesokan harinya. Perjalanan yang panjang, pikirku. Tapi, ah, aku tidak peduli. Segera kualihkan pandanganku, kutatap dua orang di depanku dengan seksama. Mereka adalah pria dan wanita paling berarti dalam hidupku, orang tuaku. Sama sepertiku, mereka juga menerawang jauh, seakan menduga sejauh mana aku akan pergi.
"Sepertinya baru kemarin ayah mendaftarkanmu masuk bangku TK." kata Ayahku lirih
Hatiku disergap perasaan ngilu yang aneh, demi mendengarkan apa yang beliau katakan.
"Tetapi sepertinya waktu telah menipu ayah, hingga ayah tak sadar kau telah mendewasa begitu cepat"
Ah, betapa aku menyayangi pria bijaksana itu. Kulirik ibuku. Beliau hanya mengulas sebuah senyum, indah tak terperi. Kurasa apa yang dikatakan ayah juga representasi apa yang beliau ingin katakan kepadaku.






Angin utara kembali bertiup, kali ini hawa dingin berlari membawa seberkas aroma parfum. Ketiga orang itu bergerak perlahan mendekatiku yang tengah berdiri mematung bersama orang tuaku. Salah satunya memelukku dengan perasaan terbaik yang mungkin ia miliki.
"Maaf q terlambat, Quinn sama Thio pulang agak telat, makanya aku jemput mereka dulu. Gapapa kan Mas?"
Kali ini aku hanya tersenyum.
Tak berapa lama, Penerbanganku telah menanti. Q segera beranjak. Perasaan haru menyeruak, saat aku mencium dan memeluk ayah, ibu, kedua anakku Quinn dan Thio, dan wanita yang kucintai itu-istriku. Berat rasanya meninggalkan mereka, meskipun untuk sementara. Pada saat itu, aku melihat ayahku, dan aku merasakan sebagian ruhnya masuk ke dalam jiwaku. Q tau pasti, dia bangga, bahwa anaknya telah mampu menggapai apa yang tak mampu ia gapai. Ia hanya percaya, bahwa suatu saat aku pasti berhasil menggapai impiannya itu.
Dari bangku pesawat, kulambaikan tanganku, tak peduli mereka melihatnya atau tidak. Kemudian pesawat take off perlahan, berselimut awan mendung yang sedari tadi bergelayut menutupi surya. Pada saat ini, aku menitikkan air mata, haru bercampur sedih. Dari sini semuanya dimulai, perjalanan panjang itu, pencapaian mimpi itu, bermuara pada satu destinasi :
Jakarta, 3 Desember 2022
Angin utara yang dingin meniup sela-sela jaketku. Kulitku meremang. Sembari membenahi letak scarf di leherku, ku mencoba menghilangkan pelukan dingin dengan sedikit mengencangkan sedekapku. Seberkas rasa hangat menyelinap perlahan, merebak, kemudian menyelusup meniti kedalaman hatiku. Tepat, tepat disanalah sebenarnya rasaku membeku, menggigil disergap kesepian.
Kemudian aku memandang jauh landasan Bandara Halim Perdana Kusuma ini, mencoba menerawang, apa yang akan terefleksi di retina mataku keesokan harinya. Perjalanan yang panjang, pikirku. Tapi, ah, aku tidak peduli. Segera kualihkan pandanganku, kutatap dua orang di depanku dengan seksama. Mereka adalah pria dan wanita paling berarti dalam hidupku, orang tuaku. Sama sepertiku, mereka juga menerawang jauh, seakan menduga sejauh mana aku akan pergi.
"Sepertinya baru kemarin ayah mendaftarkanmu masuk bangku TK." kata Ayahku lirih
Hatiku disergap perasaan ngilu yang aneh, demi mendengarkan apa yang beliau katakan.
"Tetapi sepertinya waktu telah menipu ayah, hingga ayah tak sadar kau telah mendewasa begitu cepat"
Ah, betapa aku menyayangi pria bijaksana itu. Kulirik ibuku. Beliau hanya mengulas sebuah senyum, indah tak terperi. Kurasa apa yang dikatakan ayah juga representasi apa yang beliau ingin katakan kepadaku.






Angin utara kembali bertiup, kali ini hawa dingin berlari membawa seberkas aroma parfum. Ketiga orang itu bergerak perlahan mendekatiku yang tengah berdiri mematung bersama orang tuaku. Salah satunya memelukku dengan perasaan terbaik yang mungkin ia miliki.
"Maaf q terlambat, Quinn sama Thio pulang agak telat, makanya aku jemput mereka dulu. Gapapa kan Mas?"
Kali ini aku hanya tersenyum.
Tak berapa lama, Penerbanganku telah menanti. Q segera beranjak. Perasaan haru menyeruak, saat aku mencium dan memeluk ayah, ibu, kedua anakku Quinn dan Thio, dan wanita yang kucintai itu-istriku. Berat rasanya meninggalkan mereka, meskipun untuk sementara. Pada saat itu, aku melihat ayahku, dan aku merasakan sebagian ruhnya masuk ke dalam jiwaku. Q tau pasti, dia bangga, bahwa anaknya telah mampu menggapai apa yang tak mampu ia gapai. Ia hanya percaya, bahwa suatu saat aku pasti berhasil menggapai impiannya itu.
Dari bangku pesawat, kulambaikan tanganku, tak peduli mereka melihatnya atau tidak. Kemudian pesawat take off perlahan, berselimut awan mendung yang sedari tadi bergelayut menutupi surya. Pada saat ini, aku menitikkan air mata, haru bercampur sedih. Dari sini semuanya dimulai, perjalanan panjang itu, pencapaian mimpi itu, bermuara pada satu destinasi :
Oleh Fendhi Birowo
Catatan : Untuk melihat profilnya silakan klik nama Fendhi Birowo ..





Agan jadi Cuapers ke 0, CONGRATULATE !
Jangan lupa ada emo Kaskus diatas CommentBox Ini. Langsung dicoba gan ? Entar ane kasih cendol dah.